"Perpisahan" adalah episode terakhir dari sebuah cerita berjudul "pertemuan", katanya.Tapi banyak yang percaya akan ada episode baru setelahnya mungkin dua tahun, lima tahun atau beberapa belas tahun yang akan datang baru terjadi episode barunya.
Si perpisahan selalu menyisakan sesak dan kesedihan bagi pelakunya. Seakan harapan dan kebahagiaan benar-benar akan hilang tanpa sisa. Pun aku juga merasakan seperti itu, makanya aku agak tak suka jika terlalu mendalam merasa.
Si pertemuan tak pernah berjalan hanya secepat helaan napas. Semua tersusun menjadi album hidup yang terpatri nyata. Terasa begah di dada ketika mengenangnya.
Namun begitulah adanya hidup. Kata orang pasti selalu ada perpisahan diantara pertemuan. Jangan menyangkal juga jangan menghindar. Karena adanya memang harus dijalankan. Tidak ada yang salah dan kalah, pun tidak ada yang benar dan menang. Semua pasti akan merasakan ketika si "waktu" memang sudah datang.
Mau apa? Bisa apa?
Entahlah
Semua akan menyalahkan si waktu dan menghukumnya. Padahal ia yang paling berkuasa untuk si pertemuan dan si perpisahaan. Lalu kita siapa? Kita? ku rasa hanya sebuah tempat singgah yang dihargai oleh waktu, yang diberi kesempatan untuk mensyukuri si pertemuan dan mengikhlaskan si perpisahan.
Apa?
TIDAK!! si waktu tetap saja jahat, kenapa dia harus hadir?
Aku mencoba melogika kehadiran waktu, barangkali dia.... ah aku tak dapat berpikir. Aku juga kesal dengan si waktu, tapi aku tak bisa menolak kehadiran dia kali ini. Kehadiran yang bermisi membawa pergi si pertemuan dan menghaadirkan si perpisahan.
ASTAGA!!
Kurasa kini si perpisahan telah menjadi momok baru yang akan ku benci sesegera mungkin dan sehebat mungkin. Apa dia tidak sadar bahwa hadirnya hanya membuat luka. Harus dengan jurus apa agar ia tak pernah hadir dan menyapa.
Dibaliknya ada sosok lain yang rupanya menyertai waktu untuk menemani perpisahan menyapa. Terlihat seperti sebuah gumpalan rasa yang dalam. Oh ternyata ada si rindu dan si doa yang menyunggingkan senyum. Waktu bilang si rindu dan doa ini yang akan menemamiku melawan amarah pada si perpisahan. Mereka akan senantiasa menjaga ku dan si pertemuan. Bahkan si waktu juga berjanji jika aku berteman dengan si rindu dan doa dengan baik dan kuat maka waktu akan mengembalikan si pertemuan padaku kembali dengan rasa yang lebih indah dari sebelumnya.
Apa iya?
semoga
Aku tak berani berharap lebih tapi aku rasa tak ada salahnya kan untuk berteman dengan rindu dan doa. Agar apa yang aku pikir "bahwa kita tidak benar-benar berpisah namun kita selalu bertemu dalam rindu dan doa" bisa benar menjadi nyata.
[Langit Abu-abu, 16:21]
Si perpisahan selalu menyisakan sesak dan kesedihan bagi pelakunya. Seakan harapan dan kebahagiaan benar-benar akan hilang tanpa sisa. Pun aku juga merasakan seperti itu, makanya aku agak tak suka jika terlalu mendalam merasa.
Si pertemuan tak pernah berjalan hanya secepat helaan napas. Semua tersusun menjadi album hidup yang terpatri nyata. Terasa begah di dada ketika mengenangnya.
Namun begitulah adanya hidup. Kata orang pasti selalu ada perpisahan diantara pertemuan. Jangan menyangkal juga jangan menghindar. Karena adanya memang harus dijalankan. Tidak ada yang salah dan kalah, pun tidak ada yang benar dan menang. Semua pasti akan merasakan ketika si "waktu" memang sudah datang.
Mau apa? Bisa apa?
Entahlah
Semua akan menyalahkan si waktu dan menghukumnya. Padahal ia yang paling berkuasa untuk si pertemuan dan si perpisahaan. Lalu kita siapa? Kita? ku rasa hanya sebuah tempat singgah yang dihargai oleh waktu, yang diberi kesempatan untuk mensyukuri si pertemuan dan mengikhlaskan si perpisahan.
Apa?
TIDAK!! si waktu tetap saja jahat, kenapa dia harus hadir?
Aku mencoba melogika kehadiran waktu, barangkali dia.... ah aku tak dapat berpikir. Aku juga kesal dengan si waktu, tapi aku tak bisa menolak kehadiran dia kali ini. Kehadiran yang bermisi membawa pergi si pertemuan dan menghaadirkan si perpisahan.
ASTAGA!!
Kurasa kini si perpisahan telah menjadi momok baru yang akan ku benci sesegera mungkin dan sehebat mungkin. Apa dia tidak sadar bahwa hadirnya hanya membuat luka. Harus dengan jurus apa agar ia tak pernah hadir dan menyapa.
Dibaliknya ada sosok lain yang rupanya menyertai waktu untuk menemani perpisahan menyapa. Terlihat seperti sebuah gumpalan rasa yang dalam. Oh ternyata ada si rindu dan si doa yang menyunggingkan senyum. Waktu bilang si rindu dan doa ini yang akan menemamiku melawan amarah pada si perpisahan. Mereka akan senantiasa menjaga ku dan si pertemuan. Bahkan si waktu juga berjanji jika aku berteman dengan si rindu dan doa dengan baik dan kuat maka waktu akan mengembalikan si pertemuan padaku kembali dengan rasa yang lebih indah dari sebelumnya.
Apa iya?
semoga
Aku tak berani berharap lebih tapi aku rasa tak ada salahnya kan untuk berteman dengan rindu dan doa. Agar apa yang aku pikir "bahwa kita tidak benar-benar berpisah namun kita selalu bertemu dalam rindu dan doa" bisa benar menjadi nyata.
[Langit Abu-abu, 16:21]
Komentar
Posting Komentar